ROSYKREN

Just another WordPress.com weblog

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2

leave a comment »

PEMIMPIN PEMBELAJARAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA

Penulis :

Elly Rosyidah CGP ANGKATAN 3

SMAN 1 NAGRAK KABUPATEN SUKABUM

A. SINTESIS BERBAGAI MATERI

            Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah sebagai pemimpin pembelajaran.  Sebagai seorang pemimpin pembelajaran hendaklah mampu memandang kelas maupun sekolah sebagai sebuah ekosistem.  Dalam ekosistem sekolah tentunya ada interaksi faktor biotik dan abiotik.  Interaksi tersebut hendaknya dapat menciptakan suatu kondisi yang selaras dan harmonis.  Oleh karena itu dalam melihat dan mengelola sebuah ekosistem sekolah, seorang pemimpin hendaklah mampu menggunakan potensi yang ada di sekitar sekolah dan masyarakat sehingga potensi tersebut memiliki daya guna yang maksimal.  Pola pemikiran tersebut dinamakan sebagai pendekatan berpikir aset atau berbasis kekuatan. 

            Terdapat dua pemikiran dalam usaha untuk mengembangkan suatu ekosistem sekolah yaitu menggunakan pendekatan berbasis masalah dan kekuatan atau aset.  Pendekatan berbasis masalah atau kekurangan adalah suatu pendekatan yang memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu dan mengatasi sebuah kekurangan yang kita miliki atau dengan kata lain cara pandang yang negatif.  Pendekatan berbasis aset atau kekuatan adalah suatu pendekatan yang memusatkan perhatian kita pada hal-hal positif dan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berfikir atau dengan kata lain cara pandang yang positif terhadap kekuatan yang dimiliki selama ini.  Selama ini, kita lebih cenderung menggunakan pendekatan berbasis masalah atau kekurangan yang kita miliki dalam pengembangan sebuah ekosistem sekolah. Melalui pendekatan ini biasanya kita akan menggunakan seluruh pemikiran kita untuk mencari sebuah kelemahan atau permasalahan dan ingin memecahkan masalah yang ada.  Oleh karena itu apabila disaat kita tidak dapat menemukan solusi dari permasalahan yang ada, oleh karena itu cenderung pesimis dalam mengembangkan sebuah sekolah dengan segudang permasalahan yang ada.

            Dalam modul 3.2 yaitu pemimpin dalam mengelola sumber daya mengajarkan bahwa seorang pemimpin dalam mengembangkan ekosistem sekolah hendaklah menggunakan pendekatan berbasis aset.  Banyak manfaat yang akan didapatkan jika seorang pemimpin dapat menggunakan pendekatan aset dalam mengembangkan suatu komunitas yang ada di sekolah.  Manfaat yang dapat diambil dari pendekatan berbasis aset adalah pertama dapat memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas.    Kedua bahwa komunitas dapat memberdayakan aset yang ada dan membangunnya agar menjadi lebih berdaya guna.  Ketiga pendekatan aset dapat menciptakan warga komunitas yang produktif.

Dalam ekosistem sekolah tentunya ada beberapa aset yang dapat kita gunakan sebagai modal utama yang dapat digunakan sebagai sumber kekuatan dalam pengembangan sebuah sekolah.  Aset tersebut diantaranya adalah pertama modal manusia yang terdiri atas pendidikan, pengetahuan, kecerdasan, keterampilan, dan kecakapan yang dimiliki oleh seseorang dalam komunitas tersebut.  Kedua modal sosial terdiri atas norma dan aturan yang mengikat semua warga dalam komunitas sekolah atau bisa berupa suatu asosiasi yang memiliki kesamaan dalam profesi dan hobi untuk mencapai tujuan yang sama.  Ketiga modal fisik yang terdiri atas sarana dan prasarana.  Modal fisik sebagai sarana di sekolah diantaranya adalah mebeler yang memadai di setiap ruangan, komputer, wifi, cctv, alat dan bahan praktek, mobil sekolah.  Prasarana adalah bangunan yang dimiliki oleh sekolah misalnya ruang kelas, laboratorium, sarana olah raga, ibadah, dan pengembangan ekstrakurikuler.  Keempat modal lingkungan atau alam yang terdiri atas bumi, udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, Tanah untuk berkebun, danau atau empang untuk berternak, semua hasil dari pohon seperti kayu, buah, bambu, atau material bangunan yang bisa digunakan kembali untuk menenun, dan sebagainya.  Kelima modal finansial yang terdiri atas dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas bisa berupa gaji, tabungan, sumber pendapatan internal eksternal, dan  pengetahuan tentang bagaimana menanam dan menjual sayur di pasar, bagaimana menghasilkan uang dan membuat produk-produk yang bisa dijual, bagaimana menjalankan usaha kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan menjadi lebih baik, dan juga bagaimana melakukan pembukuan.  Keenam modal politik terdiri atas Semua lapisan atau kelompok memiliki peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara dalam masalah umum yang terjadi dalam komunitas, dan lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas.  Ketujuh modal agama dan budaya yang terdiri atas keberadaan ritual keagamaan dan kebudayaan yang ada di masyarakat serta pola relasi yang tercipta di antaranya dan selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjang pengembangan perencanaan dan kegiatan bersama. 

Modul 3.2 yaitu pemimpin dalam pengelolaan sumber daya memiliki keterikatan pada modul-modul sebelumnya yang telah diajarkan dalam pendidikan guru penggerak.  Keterkaitan yang pertama adalah pada modul 1.1 yaitu filosofi Ki Hajar Dewantara, dimana 7 aset modal utama yang digunakan untuk pengembangan sekolah semata-mata tujuan akhirnya adalah mampu menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada diri anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.  Pada modul 1.2 nilai dan peran guru penggerak, tujuh aset modal utama dapat digunakan oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi siswa, dan mewujudkan kepemimpinan murid.  Pada modul 1.3 visi guru penggerak, pengelolaan tujuh aset modal utama memiliki keterkaiatan penting dalam mencapai visi misi sekolah dan dalam pengelolannya melibatkan prinsip bagja.  Pada modul 1.4 budaya positif, tujuh aset modal utama digunakan untuk mewujudkan budaya positif di lingkungan sekolah.  Pada modul 2.1 pembelajaran diferensiasi, pengelolaan sumber daya dapat memperkuat pembelajaran diferensiasi melalui keterampilan yang dimiliki oleh guru, modal fisik, dan modal sosial yang dimiliki oleh sekolah.  Modul 2.2 pembelajaran sosial emosional, pengelolaan sumber daya yang baik dapat memperkuat pembelajaran sosial emosional khususnya modal agama dan budaya yang dapat digunakan dalam pengelolaan emosi, pengendalian diri, meningkatkan keterampilan gotong royong, dan rasa empati. Modul 2.3 tentang coaching, pengelolaan sumber daya melibatkan coaching dalam mengidentifikasi kekuatan baik yang ada di sekolah maupun di lingkungan sekitar.  Seorang coach akan mengarahkan pertanyaan pada coachee untuk dapat mengidentifikasi kekuatan yang ada pada diri coachee dalam menyelesaikan masalahnya.  Modul 3.2 pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, dalam menentukan kekuatan yang dimiliki oleh sekolah dilakukan melalui langkah-langkah pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.  Pemimpin pembelajaran pada saat menentukan kekuatan atau aset sebagai modal utama yang dibutuhkan oleh sekolah dalam pengembangan sekolah akan mengalami dilema etika sehingga perlunya pemimpin pembelajaran menggunakan 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip pengambilan keputusan , dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya adalah seseorang yang mampu melihat kekuatan yang ada di sekitar sekolah ataupun di lingkungan masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan sekolah.  Di lingkungan sekolah, seorang pemimpin harus peka terhadap keunggulan sumber daya biotik yang dimiliki oleh sekolah untuk bisa berbagi praktek pembelajaran di kelas dan memandang keunggulan sumber daya abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang proses pembelajaran yang berpusat pada siswa.  Selain itu seorang pemimpin pembelajaran mampu berkolaborasi pada semua pihak untuk menentukan kekuatan yang dimiliki oleh sekolah selama ini dan selanjutkan merumuskan rencana aksi dalam pengembangan sebuah sekolah mencapai visi misi melalui inkuiri apresiatif dengan metode BAGJA.  Pemimpin pembelajaran dalam lingkup yang lebih luas mampu memanfaatkan sumber daya masyarakat sekitar sebagai sumber kekuatan pengembangan sekolah.  Masyarakat sekaligus sebagai orang tua siswa, agama, budaya, lingkungan alam di sekitar sekolah dapat dimanfaatkan sebagai sumber kekuatan baik untuk proses pembelajaran di kelas maupun menanamkan karakter positif pada diri siswa melalui agama dan budaya yang masih dipertahankan oleh masyarakat sekitar.

Untuk mewujudkan itu semua, sebagai seorang pemimpin pembelajaran pertama kali yang dilakukan adalah menggunakan pendekatan berbasis kekuatan dalam pengembangan sekolah maupun pembelajaran di kelas, dan memberi kebermanfaatan di lingkungan masyarakat.  Pendekatan berbasis kekuatan dilakukan dengan mengidentifikasi seluruh kekuatan baik yang ada di lingkungan sekolah maupun masyarakat sekitar.  Setelah seluruh aset telah teridentifikasi, maka langkah berikutnya adalah merumuskan rencana aksi sesuai dengan visi misi sekolah melalui metode BAGJA.  Metode BAGJA dapat memberikan keuntungan diantaranya dapat melakukan kegiatan aksi berdasarkan kekuatan yang ada di lingkungan sekolah secara terencana, terukur, dan mampu melakukan evaluasi serta tindakan perbaikan dari kegiatan aksi yang telah dilaksanakan di kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar.  Oleh karena itu pengelolaan sumber daya yang tepat melalui metode BAGJA dapat membantu proses pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas, pengembangan sekolah yang lebih baik, dan memberikan kebermanfaatan bagi lingkungan sekitar. Hal ini terjadi karena pendekatan berbasis kekuatan mengorganisasi kompetensi dan sumber daya, merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan, melaksanakan rencana aksi yang sudah diprogramkan.  Melalui hal tersebut maka pengelolaan sumber daya yang tepat akan membantu proses pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas.

Pada waktu sebelum mempelajari modul 3.2 tentang pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya, saya cenderung menggunakan pendekatan berbasis masalah dalam mengembangkan proses pembelajaran di kelas.  Pengalaman dalam menggunakan pendekatan berbasis masalah biasanya akan selalu merasa pesimis bahwa rencana aksi yang akan dilakukan akan berhasil.  Hal ini terjadi karena pola pikir yang kita tanamkan adalah pola pikir negatif.  Apalagi kalau masalah yang kita hadapi memiliki kerumitan yang cukup tinggi untuk dapat diselesaikan.  Sejak mempelajari modul ini maka saya dan warga sekolah harus merubah mindset dari berbasis masalah menjadi berbasis aset atau kekuatan.  Pendekatan berbasis kekuatan memiliki keunggulan diantaranya adalah dapat membangun keoptimisan pada diri sendiri bahwa sesuatu yang direncanakan akan berhasil, rencana aksi yang disusun lebih terencana dan terukur, mampu memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan sekitar sehingga menjadi lebih berdaya guna, serta berdampak kuat dalam memberikan semangat bahwa rencana aksi yang telah disusun akan terlaksana dengan baik

B. RANCANGAN TINDAKAN

TAHAPANPertanyaanDaftar tindakan/ riset/ penyelidikan yang perlu dilakukan untuk mendapatkan jawaban
B-uat pertanyaan (Define) Membuat pertanyaan utama yang akan menentukan arah investigasi kekuatan/potensi/ peluang;Menggalang atau membangun koalisi tim perubahanBagaimana memanfaatkan modal lingkungan/alam sekitar dalam membangun jiwa kewirausahaan pada siswa  Mengidentifikasi kekuatan lingkungan/alam di sekitar sekolah yang dapat digunakan sebagai peluang untuk mengembangkan kewirausahaan
A-mbil pelajaran (Discover) Menyusun pertanyaan lanjutan untuk menemu kenali kekuatan/potensi/ peluang lewat investigasi;Menentukan bagaimana cara kita menggali fakta, memperoleh data, diskusi kelompok kecil/besar, survei individu, multi unsurApa pengalaman yang telah dilakukan oleh siswa dalam pengolahan pangan lokalMembagikan kuesioner kepada siswa tentang pengalaman yang telah dilakukan siswa dalam pengolahan pangan
 Apa pengalaman yang telah dilakukan oleh siswa dalam berwirausahaMembagikan kuesioner kepada siswa tentang pengalaman yang telah dilakukan siswa dalam berwirausaha  
G-ali mimpi (Dream)   Menyusun deskripsi kolektif bilamana inisiatif terwujud;Mengalokasikan kesempatan untuk berproses bersama, multiunsur (kapan, di mana, siapa saja).Bagaimana perasaan kita jika berhasil melakukan wirausaha melalui teknologi pengolahan pangan lokal  Menanyakan pendapat pada setiap siswa tentang perasaan mereka saat adanya keberhasilan
J-abarkan rencana (Design)   Mengidentifikasi tindakan konkret yang diperlukan untuk menjalankan langkah-langkah kecil sederhana yang dapat dilakukan segera,dan langkah berani/terobosan yang akan memudahkan keseluruhan pencapaian;Menyusun definisi kesuksesan pencapaianBagaimana langkah-langkah yang dilakukan dalam berwirausaha  Membuat daftar capaian kepada setiap kelompok atas langkah-langkah yang telah diselesaikan oleh masing-masing kelompok
 Butuh berapa lama penyiapan langkah-langkah tersebut  Menyusun jadwal rencana
 Wirausaha apa yang akan dilakukan, apakah secara online atau offline?Siswa melakukan identifikasi cara wirausaha yang akan dilakukan (online atau offline)
 Bagaimana proses promosi dalam pemasaran produknyaMeminta siswa untuk merancang proses promosi dalam pemasaran baik yang dilakukan secara online atau offline
A-tur eksekusi (Deliver)   Menentukan siapa yang berperan/ dilibatkan dalam pengambilan keputusan;Mendesain jalur komunikasi dan pengelolaan rutinitas (misal: SOP, knowledge management, monev/refleksiSiapa yang akan melakukan ?Bagaimana pembagian perannya?      Menyusun tim kerja dan tufoksi masing-masing anggota dalam kelompok
 Bagaimana mengukur keberhasilan atas usaha yang telah dilakukan ?Menyusun rubrik keberhasilan atas usaha yang telah dilakukan oleh siswa  
 Bagaimana caranya menjaga komitmen dan konsistensi dalam mengeksekusi rencana?Melakukan kolaborasi dengan rekan sejawat dan kepala sekolah dalam mengekskusi rencana

Written by rosykren

13/03/2022 at 07:05

Ditulis dalam Uncategorized

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1

leave a comment »

Penulis : Elly Rosyidah, SMAN 1 NAGRAK, Kab Sukabumi Jawa Barat

KONEKSI ANTAR MATERI

MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

Guru adalah pemimpin pembelajaran. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin pembelajaran adalah mampu mengambil suatu keputusan yang bertanggung jawab dan beretika. Keterampilan tersebut dalam program guru penggerak diajarkan melalui tiga tahapan yaitu melalui 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip pengambilan keputusan, 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.  Empat paradigma dilema etika terdiri atas kepentingan individu lawan kepentingan masyarakat, kebenaran lawan kesetiaan, rasa keadilan lawan kasihan, dan kebutuhan jangka pendek lawan jangka panjang.  Tiga prinsip pengambilan keputusan terdiri atas berpikir berbasis hasil akhir, peraturan, dan rasa peduli.  Sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan terdiri atas tahap pertama mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan, tahap kedua menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini, tahap ketiga mengumpulkan fakta-fakta yang relevan, dan tahap keempat pengujian benar atau salah melalui uji legal, regulasi intuisi, halaman depan koran, dan panutan. Tahap kelima adalah pengujian paradigma benar lawan benar, tahap keenam melakukan prinsip pengambilan keputusan, tahap ketujuh melakukan investigasi opsi trilemma, tahap kedelapan membuat keputusan, dan tahap kesembilan meninjau kembali keputusan yang dibuat, selanjutnya merefleksikan hasil keputusan tersebut.

Keterampilan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan beretika yang akan dilakukan oleh seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran harus dapat menjadikan contoh bagi seluruh warga di lingkungan sekolah, dapat memberikan motivasi kepada seluruh warga sekolah untuk dapat mengambil sebuah keputusan melalui proses tiga tahapan pengambilan keputusan, dan mampu memberikan ide, gagasan, masukan kepada seluruh warga sekolah dalam mengambil keputusan yang bertanggung jawab dan beretika.  Hal ini sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara yang terkenal dengan filosofi Pratap triloka yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani.  Seorang pemimpin pembelajaran harus mampu menjadi teladan bagi warga sekolah dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan beretika.  Selain itu seorang pemimpin pembelajaran harus mampu memberikan motivasi kepada rekan sejawat, siswa, dan warga sekolah lain untuk bisa belajar mengambil keputusan berdasarkan 3 langkah pengambilan keputusan yaitu menggunakan 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan serta pengujian keputusan.  Menurut filosofi ketiga dari Ki Hajar Dewantara bahwa seorang pemimpin pembelajaran mampu memberikan ide. masukan, gagasan yang inovatif kepada warga sekolah saat mereka meminta kita untuk memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.  Melalui hal tersebut maka kita dapat menanamkan nilai-nilai kebajikan pada ekosistem di lingkungan sekolah kita yaitu dengan membiasakan budaya positif dalam pengambilan keputusan.

Proses pengambilan keputusan merupakan hal yang sulit untuk dilakukan oleh seorang guru atau kepala sekolah sebagai pemegang kebijakan.  Tentunya kita pernah mengalami kesulitan dalam mengambil sebuah keputusan.  Terkadang kita tidak yakin terhadap keputusan yang telah kita buat.  Apalagi masalah yang kita hadapi tersebut terdapat pertentangan antara aturan atau kode etik yang berlaku dengan rasa peduli terhadap sesama.  Untuk menghadapi hal tersebut, maka seorang pemimpin pembelajaran harus memiliki nilai-nilai kebajikan yang tertanam dalam diri seorang pendidik.  Nilai tersebut adalah kemandirian dalam mengambil sebuah keputusan, reflektif yaitu selalu melakukan evaluasi pada keputusan yang telah kita buat atau selalu mengevaluasi suatu proses pembelajaran sehingga dapat membuat keputusan proses pembelajaran  yang akan dilakukan berdasarkan evaluasi sebelumnya, kolaboratif yaitu seorang guru harus mampu bekerja sama dan dapat memberikan masukan atau ide kepada orang lain, inovatif yaitu seorang guru harus mampu menerima masukan dari luar dirinya, mencari informasi lain yang bisa mendukung prosesnya, sudut pandang orang lain yang bisa membantu dirinya dalam menemukan inspirasi pemecahan masalah ataupun mengambil keputusan, hingga pada akhirnya melakukan solusi/aksi nyata untuk mengatasi permasalahan.  Nilai yang kelima yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah berpihak pada murid artinya bahwa seluruh keputusan yang kita buat mengutamakan kepentingan perkembangan murid, karena murid adalah subjek dari pengambilan keputusan yang kita buat.  Nilai-nilai kebajikan yang telah diuraikan di atas tidak hanya ada pada guru penggerak, karena sejatinya seorang guru adalah pemimpin pembelajaran dan menjadi penggerak ekosistem yang ada di sekolah.

Nilai-nilai kebajikan yang ada dalam diri seorang pemimpin pembelajaran dapat dimunculkan pada saat menghadapi masalah dilema etika.  Nilai-nilai tersebut dapat dimunculkan melalui kegiatan coaching yang telah dipelajari dalam modul 2.4.  Melalui proses coaching baik yang dilakukan oleh pendamping dan fasilitator kepada calon guru penggerak maupun pada sesama rekan kerja dan antara guru dengan siswa maka calon guru penggerak, rekan sejawat, dan siswa sebagai coachee dapat memunculkan nilai-nilai baik dalam mengambil sebuah keputusan.  Proses coaching sangat membantu seorang coachee dalam mengambil keputusan yang bertanggung jawab dan beretika.  Selain itu melalui proses coaching juga dapat memunculkan opsi trilema dalam mengambil keputusan yang dibuat dan menjadi bahan pertimbangan seorang coachee untuk mengambil keputusan yang tepat

Proses pengambilan keputusan yang akan dibuat oleh seorang pemimpin pembelajaran  haruslah dilakukan dalam suasana emosi yang stabil, sehingga keputusan yang kita buat tepat, dapat dipertanggungjawabkan dan beretika.  Pada modul 2.2 telah diajarkan kepada calon guru penggerak bahwa untuk memunculkan kompetensi sosial emosional secara mindfulness.  Kompetensi sosial emosional ini dapat kita gunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan.  Hal ini sesuai dengan 4 paradigma dan 3 prinsip pengambilan keputusan.  Kompetensi sosial emosional yang dapat kita gunakan sebagai bahan pertimbangan mengambil keputusan adalah kesadaran sosial yaitu memiliki rasa empati, kesadaran diri, pengelolaan diri terhadap emosi, kemampuan berinteraksi sosial yaitu mampu berkolaborasi dalam mengambil sebuah keputusan, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab yaitu apabila keputusan sudah kita tetapkan maka kita harus juga berani mengambil resikonya.  Apabila kompetensi sosial emosional ini kita terapkan dalam pengambilan keputusan, maka dapat membantu kita sebagai bahan pertimbangan, mengambil keputusan dalam keadaan emosi yang stabil, dan berani bertanggung jawab atas keputusan yang telah kita buat.

Dalam perjalanan kita sebagai guru tentunya kita pernah menghadapi suatu masalah.  Masalah itu bisa berkenaan dengan bujukan moral atau dilema etika.  Bujukan moral adalah masalah yang berkaitan dengan benar lawan salah.  Benar lawan salah ini berkaitan dengan masalah hukum dan kode etik kita sebagai guru dan warga negara.  Jika kita menghadapi masalah tersebut maka kita harus tegas mengambil keputusan sesuai dengan peraturan hukum sebagai warga negara dan kode etik kita sebagai guru.  Lain halnya jika kita menghadapi masalah yang berkaitan dengan dilema etika.  Pada saat kita dihadapkan pada dilema etika, maka akan lebih sulit untuk mengambil sebuah keputusan.  Dilema etika adalah masalah yang berkaitan dengan benar lawan benar.  Pada masalah ini kita dihadapkan pada banyak pertimbangan dan nilai kebajikan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran dan keadilan, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup.  Oleh karena itu pemecahan masalah yang berkenaan dengan dilema etika  harus diputuskan melalui 3 tahapan langkah pengambilan keputusan yaitu menggunakan 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip pengambilan keputusan, 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Apablia kita dalam mengambil keputusan sudah melalui tahapan pengambilan keputusan yang sudah diuraikan sebelumnya, maka akan menghasilkan keputusan yang tepat, beretika, dan dapat dipertanggungjawabkan.  Keputusan yang tepat akan menghasilkan solusi permasalahan yang akan berdampak pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.  Suasana tersebut akan memberikan lingkungan yang menyenangkan bagi peserta didik, guru, dan warga sekolah yang lain.  Peserta didik akan fokus dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas dan mampu meraih prestasinya, guru akan berkonsentrasi penuh dalam mengembangkan proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, serta mampu memunculkan kodrat positif pada diri peserta didik.

Proses pengambilan keputusan yang dapat menciptakan lingkungan yang kondusif tentunya tidak mudah, karena adanya perbedaan paradigma dalam pengambilan keputusan oleh warga sekolah.  Oleh karena itu dibutuhkan adanya penyamaan persepsi dan proses pengambilan keputusan yang tepat.  Seorang calon guru penggerak harus mampu mensosialisasikan tahapan pengambilan keputusan di lingkungan sekolah, sehingga seluruh warga sekolah dapat saling belajar dan dapat mempraktekkan tahapan pengambilan keputusan yang tepat serta dapat menggunakan tahapan pengambilan keputusan tersebut sebagai budaya sekolah.

Selain tahapannya yang dijadikan sebagai budaya sekolah, tujuan dari pengambilan keputusan juga harus menjadi budaya sekolah.  Tujuan utama setiap keputusan yang diambil oleh warga sekolah adalah mampu memberikan kemerdekaan belajar dan dapat menunjang kehidupan kelak peserta didik setelah lepas dari sekolah saat ini.  Merdeka belajar berarti memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk dapat mengembangkan atau memunculkan kodrat positif yang ada pada diri setiap anak.  Melalui merdeka belajar akan terwujud profil pelajar Pancasila di lingkungan sekolah.  Berdasarkan hal yang telah diuraikan pada paragraf sebelumnya menunjukkan bahwa  pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran sangat erat kaitan dengan modul sebelumnya yaitu filosofi Ki Hajar Dewantara, nilai dan dan peran guru penggerak, visi misi guru penggerak, budaya positif, pembelajaran diferensiasi, pembelajaran sosial emosional, dan coaching.  Modul sebelumnya dapat dijadikan sebagai landasan kita dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan beretika.

Written by rosykren

19/02/2022 at 20:06

Ditulis dalam Uncategorized

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3 “COACHING”

leave a comment »

Penulis Elly Rosyidah, SMAN 1 Nagrak Kab. Sukabumi

Coaching adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).  Coaching ini tentunya berbeda dengan konseling dan mentoring.  Mentoring sebagai suatu proses dimana seorang teman, guru, pelindung, atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamannya untuk membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan dan mencegah bahaya. Konseling adalah hubungan bantuan antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.  Intinya jika mentoring membagikan pengalamannya untuk membantu mentee mengembangkan dirinya, konseling membantu konseli memecahkan masalahnya, dan coaching menuntun coachee untuk menemukan ide baru atau cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi atau tujuan yang ingin dicapai.

Kegiatan coaching dapat terlaksana jika ada komunikasi yang memberdayakan antara coach dan coachee.  Komunikasi yang memberdayakan adalah komunikasi yang terjalin antara antara coach dan coachee bersifat asertif artinya komunikasi yang dapat membangun relasi, menyamakan posisi diri dengan lawan bicara, membangun respect.  Selain itu pada saat komunikasi berlangsung harus dapat menjadi pendengar yang aktif, melakukan pertanyaan yang efektif, dan memberikan umpan balik yang positif.

Apabila kegiatan coaching dihubungkan dengan peran seorang pendidik dalam menuntun maka coaching sangat tepat digunakan dalam mengatasi tantangan yang sedang dihadapi oleh siswa.  Peran pendidik dalam kegiatan coaching adalah menuntun, membimbing, dan melakukan pendampingan.  Kegiatan coaching yang dilakukan oleh seorang pendidik dapat membangun kodrat yang dimiliki oleh setiap anak untuk mencapai kebahagiaan.  Pada saat melakukan pendampingan saat coaching, pendidik harus menggunakan prinsip among dalam konteks ARTI (Apresiasi, Rencana, Tulus, Inkuiri).  Konsep ARTI adalah memberikan apresiasi terhadap gagasan yang keluar dari siswa, memiliki rencana yang memiliki tujuan, tulus memberikan waktu seutuhnya untuk melakukan coaching, dan menuntun agar coachee dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru atas situasi yang sedang dihadapi.  Proses dalam menciptakan ARTI dalam coaching maka dapat menggunakan pendekatan model TIRTA (Tujuan, Identifikasi masalah atau kekuatan, Rencana aksi, dan tanggung jawab dengan membuat sebuah komitmen untuk dapat menghadapai masalah).

Selain itu kegiatan coaching dapat dihubungkan dengan materi pembelajaran diferensiasi dan sosial emosional.  Pada saat kegiatan coaching seorang pendidik bersifat membimbing, menuntun melalui pertanyaan terbuka sehingga siswa dapat membangun solusi secara mandiri atas dasar kesadaran diri  Intinya dalam melakukan coaching, seorang pendidik hanya bersifat membimbing dan menuntun agar siswa dapat menemukan solusinya.  Jika solusi ini dibangun oleh siswa maka tentunya solusi yang didapatkan sesuai dengan kebutuhan siswa dan siswa akan berusaha untuk mewujudkan solusi tersebut. Hal ini selaras dengan pembelajaran diferensiasi, dimana dalam pembelajaran diferensiasi didasarkan pada kebutuhan belajar siswa yaitu minat, kesiapan belajar, dan profil belajar siswa.  Melalui coaching maka seorang pendidik dapat memberikan pembelajaran yang bermakna melalui pembelajaran diferensiasi yang bersifat contekstual leraning. 

Selain pembelajaran diferensiasi, coaching juga erat kaitannya dengan terwujudnya kompetensi pada pembelajaran sosial emosional.  Melalui coaching maka siswa dapat mengeluarkan himpitan masalah yang ada pada dirinya, karena ada teman yang dapat digunakan untuk mengutarakan kegundahan. Kompetensi ini dalam pembelajaran sosial emosional dinamakan pengelolaan diri.  Teknik coaching dapat digunakan sebagai pengelolaan diri yang biasa dilakukan dengan Teknik Stop. Melalui coaching siswa atau guru akan merasa lega setelah dapat mengutarakan kegundahan yang ada pada dirinya.  Coaching juga dapat membangun kompetensi kesadaran diri.  Melalui kegiatan coaching seseorang merasa empati dan mendengarkan sepenuh hati saat coachee sedang mengutarakan kegundahannya.  Coaching juga dapat membangun kompetensi relasi, karena coaching dilakukan melalui komunikasi asetif.  Ada hubungan yang sama antara coach dan coachee.  Selain itu coaching dapat membangun kompetensi pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, karena dalam coaching seorang coachee akan membangun solusi secara mandiri, membuat rencana dalam menghadapi masalahnya, dan membuat komitmen yang bertanggung jawab atas renca yang telah disusun.  Coaching juga dapat membangun kompetensi pengenalan diri.  Melalui coaching seorang coachee akan mengetahui kegelisahan, penyebab kegelisahan tersebut. Teknik coaching banyak mengajarkan baik pada coach maupun pada coachee untuk bisa saling memahami dan membuka komunikasi yang asertif.  Hal ini terjadi karena coaching didasarkan pada hubungan yang bersifat kemitraan dan bukan pada posisi pada seorang yang ahli dan pengalaman kepada yang tidak berpengalaman.  Selain itu coaching banyak mengajarkan untuk seorang coachee dapat menganalisis permasalahannya, menyusun solusi, dan berkomitmen dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan solusi tersebut.  Hal ini dapat membangun kemampuan coachee untuk berpikir kritis dan kreatif.  Solusi yang disusun oleh seorang coachee akan memberikan kebebasan penuh pada coachee dan tidak ada unsur pemaksaan, maka coachee akan lebih semangat dalam melaksanakan solusi tersebut.  Hal ini sangat sesuai dengan pembelajaran yang berpihak pada murid.  Jika coachee adalah seorang siswa maka siswa akan diberikan kebebasan penuh untuk  mengutarakan gagasannya, mengidentifikasi permasalahannya, menyusun rencana, dan membuat sebuat komitmen yang dapat dipertanggungjawabkan.

Written by rosykren

15/12/2021 at 20:33

Ditulis dalam Uncategorized

KONEKSI ANTAR MATERI

leave a comment »

MODUL 2.2 PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL

Penulis : Elly Rosyidah, SMAN 1 Nagrak

Pembelajaran sosial emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah yang memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif mengenai aspek sosial emosional.  Dalam pembelajaran sosial emosional ini bertujuan untuk memberikan pemahaman, penghayatan, dan kemampuan untuk mengelola emosi, menerapkan dan mencapai tujuan positif, merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain, membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta membuat keputusan yang bertanggung jawab. Pembelajaran sosial emosional dapat diberikan dalam tiga ruang lingkup yaitu bersifat rutin, terintegrasi dalam mata pelajaran, dan menjadikan sebagai budaya, Pembelajaran sosial emosional ini terdapat 5 kompetensi yaitu pengenalan diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan bekerjasama, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.  Kompetensi tersebut harus dapat dilakukan secara kesadaran penuh (mindfulness), artinya melalui kesadaran penuh seseorang dapat membangun keterhubungan diri sendiri dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari.  Hal ini dapat dicontohkan sebagai berikut sebelum memberikan respon dalam sebuah situasi sosial yang menantang, kita berhenti bernafas dengan sadar, mengamati pikiran, perasaan diri sendiri, maupun orang lain, dan mengambil tindakan yang lebih responsive buka rekatif.

            Pembelajaran sosial emosional ini sangat berkaitan dengan pembelajaran sebelumnya yaitu pada modul filosofi Ki Hajar Dewantara, dimana seorang guru berperan dalam menuntun segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia ataupun anggota masyarakat.  Dalam pembelajaran sosial emosional ini, peran guru menuntun murid untuk bisa memiliki kompetensi yang ada dalam pembelajaran sosial emosional ini dengan kesadaran penuh, sehingga kekuatan kodrat yang dimiliki oleh anak dapat terbangun melalui pembiasaan secara rutin pembelajaran sosial emosional di lingkungan kelas dan sekolah.  Selain itu pembelajaran sosial emosional juga berkaitan dengan pembelajaran budi pekerti.  Melalui pembiasaan secara rutin, terintegrasi dalam pembelajaran, dan menjadikan pembelajaran sosial emosional menjadi budaya maka secara tidak langsung seorang guru dapat membangun budi pekerti yang ada dalam diri anak, misalnya dalam menumbuhkan kompetensi kesadaran sosial yaitu memiliki empati kepada sesama, mampu bekerjasama, pengelolaan emosi, dan mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab.

            Pembelajaran sosial emosional ini juga ada kaitannya dengan modul nilai dan peran guru penggerak diantaranya adalah guru sebagai pemimpin pembelajaran.  Melalui peran tersebut guru akan menciptakan lingkungan yang menyenangkan.  Pembelajaran sosial emosional yang terintegrasi dalam pembelajaran menjadikan suasana pembelajaran yang tidak menoton dan membosankan bagi siswa, karena mereka dapat mengekspresikan emosional yang terdapat dalam diri mereka tanpa terbebani, mampu berinteraksi dengan yang lain dengan cara saling berbagi informasi.  Melalui kegiatan tersebut, seorang guru dapat menciptakan lingkungan dan suasana yang menyenangkan bagi siswa.  Selain itu pembelajaran sosial emosional dapat membangun kompetensi pengambilan keputusan yang bertanggung jawab bagi seorang guru dalam memainkan perannya sebagai guru penggerak.

            Pembelajaran sosial emosional juga dapat membangun kekuatan yang ada dalam diri siswa sehingga kekuatan tersebut dapat digunakan untuk mencapai visi.  Pembelajaran sosial emosional akan membangun terwujudnya kompetensi pengelolaan emosi, kesadaran sosial, kemampuan bekerja sama, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.  Kompetensi tersebut dapat dijadikan sebagai kekuatan untuk mencapai visi dalam sebuah sekolah.  Selain itu pembelajaran sosial emosional yang rutin, diintegrasikan dalam pembelajaran, dan menjadikan budaya maka dapat membangun budaya positif pada diri anak dan guru.  Hal itu terjadi karena pembelajaran sosial emosional ini dilakukan melalui pendekatan kesadaran penuh.

            Apabila pembelajaran sosial emosional dikaitkan dengan pembelajaran diferensiasi maka pembelajaran sosial emosional dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid.  Apabila kebutuhan belajar murid dapat diketahui oleh guru, maka seorang guru dapat menyusun pembelajaran sesuai dengan kebutuhan murid yang dapat dilakukan melalui pendekatan konten, proses, dan produk.

Written by rosykren

28/11/2021 at 18:26

Ditulis dalam Uncategorized

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.1 PEMBELAJARAN DIFERENSIASI

leave a comment »

Penulis : Elly Rosyidah, SMAN 1 Nagrak Kabupaten Sukabumi Jawa Barat

Pembelajaran diferensiasi adalah pembelajaran pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.  Kebutuhan peserta didik ini mencakup kesiapan belajar, minat, dan profil peserta didik.  Kesiapan belajar adalah kondisi dimana peserta didik akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahamn yang mereka miliki sebelumnya.  Minat peserta didik adalah suatu kondisi yang dapat memicu keingintahuan atau Hasrat dalam diri seorang murid.  Profil belajar siswa adalah kondisi dimana proses pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk bekerja atau menerima pembelajaran dengan cara yang disukai oleh mereka. Pembelajaran diferensiasi juga bisa didefinisikan sebagai rangkaian keputusan masuk akal yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid.  Keputusan yang dibuat oleh guru berkaitan dengan lingkungan belajar yang dapat mengundang peserta didik untuk belajar, tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas, adanya penialaian berkelanjutan, merespon kebutuhan belajar muridnya, dan adanya manajemen kelas yang efektif.

Pembelajaran diferensiasi mencakup tiga macam pendekatan yaitu diferensiasi konten, proses, dan produk..  Diferensiasi konten adalah pembelajaran diferensiasi dimana guru menawarkan tentang apa yang dipelajari oleh peserta didik.  Contoh dari pembelajaran diferensiasi pendekatan konten adalah guru menawarkan kepada peserta didik untuk dapat memilih materi yang akan didiskusikan sesuai dengan kesiapan belajar dan minat peserta didik.  Diferensiasi pendekatan proses adalah guru menyesuaiakan cara peserta didik mempelajari materi yang sedang dipelajari.  Cara mempelajari materi disesuaikan dengan kesiapan belajar, minat, dan profil peserta didik.  Hal ini bisa dilakukan dengan kegiatan demontrasi, eksperimen, diskusi, dan tutor sebaya.  Diferensiasi pendekatan produk adalah guru menawarkan bentuk produk yang menjadi tagihan peserta didik dalam proses pembelajaran.  Pada diferensiasi pendekatan produk dimana siswa dapat menuangkan ide atau gagsan mereka bisa dalam bentuk tulisan, infografis, poster, rekaman audio, dan video.  Tentunya produk tersebut disesuaikan dengan kesiapan belajar siswa, minat, dan profil belajar siswa.

Pembelajaran diferensiasi merupakan pembelajaran yang dapat mendorong pertumbuhan semua murid dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan untuk memajukan atau meningkatkan proses pembelajaran baik untuk di kelas secara keseluruhan maupun untuk murid secara individu. Seorang guru yang merancang proses pembelajaran diferensiasi tentunya ada kaitannya dengan materi guru penggerak sebelumnya.  Pembelajaran diferensiasi jika dilihat dari filosofi Ki Hajar Dewantara dapat menuntun segala kekuatan kodrat yang dimiliki oleh anak.  Oleh karena pembelajaran diferensiasi berdasarkan pada kebutuhan peserta didik ( mencakup kesiapan belajar, minat, dan profil belajar) maka pembelajaran diferensiasi dapat membuat siswa merasa nyaman, sehingga kekuatan kodrat pada diri anak akan lebih mudah untuk ditumbuhkan atau dikembangkan.  Selain itu pembelajaran diferensiasi juga sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara pada peran guru ibarat petani.  Melalui pembelajaran diferensiasi guru dapat menuntun tumbuhnya kodrat pada diri peseta didik melalui pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.  Selain itu pembelajaran diferensiasi dapat memberikan kesempatan peserta didik untuk dapat melakukan pembelajaran yang merdeka belajar, dimana siswa dapat menentukan konten, proses, dan produk tagihan yang disesuaikan dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar peserta didik.

Seorang guru yang merancang proses pembelajaran yang berbasis diferensiasi sangat sesuai dengan peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dan mewujudkan kepemimpinan murid.  Guru sebagai pemimpin pembelajaran, dimana guru mampu merancang proses pembelajaran yang dapat menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi siswa.  Lingkungan yang menyenangkan dapat tercipta apabila proses pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.  Selain itu ciri pembelajaran diferensiasi adalah berpusat pada siswa yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa.  Oleh karena itu pembelajaran diferensiasi dapat menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar, membantu siswa untuk mandiri, dan mendidik siswa di sekolah.

Pembelajaran diferensiasi yang dapat diterapkan oleh guru khususnya guru penggerak selain sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara, nilai dan peran guru penggerak, juga dapat mempercepat terwujudnya visi guru penggerak.  Melalui pembelajaran diferensiasi maka kita dapat melihat kesiapan belajar, minat, dan profil belajar siswa.  Semua kebutuhan siswa tersebut dapat dijadikan sebgai sumber kekuatan untuk merancang program kegiatan di kelas ataupun di sekolah.

Written by rosykren

08/11/2021 at 16:31

Ditulis dalam Uncategorized

KONEKSI ANTAR MATERI- MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF

leave a comment »

Elly Rosyidah CGP SMAN 1 Nagrak Kab Sukabumi

Pada modul budaya positif ada beberapa konsep inti yang dipelajarai yaitu disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol restitusi, keyakinan kelas, restitusi, segitiga restitusi, Disiplin positif ini berbeda dengan arti pada umumnya yang selalu dihubungkan dengan kepatuhan dan hukuman.  Disiplin postif adalah disiplin diri yang memiliki motivasi internal.  Disiplin diri adalah seseorang yang menggali potensi dirinya menuju ke sebuah tujuan dan sesuatu yang dihargai dan bermakna atau bisa juga dimaknai sebagai cara kita mengontrol diri, bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai. Dapat disimpulkan bahwa disiplin diri adalah seseorang dapat bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal.

Motivasi perilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, menghindari imbalan atau penghargaan orang lain, dan menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.  Orang yang memiliki disiplin positif maka perilakunya cenderung berdasarkan pada sesuatu yang mereka yakini atau hargai, karena motivasi perilaku tersebut bersifat internal.

Ada 5 posisi kontrol yaitu sebagai penghukum, pembuat orang bersalah, sebagai teman, pemantau, dan manager. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Pembuat orang merasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut  Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.

Keyakinan kelas adalah nilai kebajikan yang dibentuk oleh seluruh warga kelas.  Melalui keyakinan kelas dapat memotivasi siswa secara intrinsik, sehingga Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Sebaiknya keyakinan kelas dibuat tidak terlalu banyak, dengan Bahasa yang positif, dapat diterapkan di lingkungan kelas tersebut.

Restitusi adalah suatu tindakan yang dilakukan guru pada saat menghadapi siswa yang memiliki masalah atau tidak sesuai dengan keyakinan kelas yang telah disepakati.  Restitusi dilakukan untuk memberikan penguatan kepada pelaku dan memberikan ganti bagi korban.  Restitusi dilakukan untuk menyelesaikan masalah untuk jangka penajng, dimana siswa dapat bertanggung jawab atas perilakunya, dapat menghargai dirinya dan orang lain.  Melalui restitusi siswa belajar untuk memecahkan masalah, siswa tidak kegilangan waktu, dan dapat memperbaiki dirinya.  Berbeda dengan hukuman dan sangsi.  Hukuman dan sangsi dapat menyebabkan siswa akan rendah diri, marah, dan tidak memiliki kehilangan hak.

Untuk melakukan restitusi ada beberapa tahapan yang dilakukan selama melakukan restitusi pada siswa. Tahapan tersebut dinamakan segitiga restitusi.  Tahapan pada segitiga restitusi adalah menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan.  Menstabilkan identitas dalam teori control dapat dilakukan melalui melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan. Validasi tindakan Semua perilaku memiliki alas an, dan menanyakan keyakinan Kita semua memiliki motivasi internal. Hal yang menarik bagi saya adalah saat kita menghadapi murid yang melakukan suatu tindakan yang tidsak sesuai dengan karakter positif, maka sebaiknya kita tidak menggunakan emosi dan melakukan control sebagai manager.  Memulai yang baru memang sulit tetapi jika terus dilatihkan pada diri seorang pendidik, maka hal ini akan menjadi kebiasaan dalam menghadapi murid yang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan karakter positif.  Melalui posisi control sebagai manager dan melakukan ketiga tahapan restitusi maka dapat menumbuhkan motivasi internal pada diri siswa untuk melakukan disiplin positif.

Konsep inti pada modul budaya positif yang telah diuraikan di atas sangat erat kaitannya dengan modul sebelumnya yaitu filosofi Ki Hajar Dewantara, nilai dan peran guru penggerak, visi guru penggerak.  Menurut filosofi Ki Hajar Dewantara seorang guru adalah menuntun.  Kaitan antara menuntun dengan konsep inti budaya positif adalah siswa memiliki kekuatan yang ada dalam diri siswa untuk menyelesaikan masalah dan untuk patuh kepada kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.  Seorang guru dalam hal ini harus mampu menuntun dan menumbuhkan perilaku positif pada diri siswa tanpa adanya hukuman atau sangsi dari seorang guru.  Selain itu filosofi Ki Hajar dewantara yang dapat kita kaitkan dengan budaya positif yaitu menumbuhkan budi pekerti dan merdeka belajar.  Melalui kedua filosofi tersebut maka seorang pendidik mampu menumbuhkan budi pekerti luhur yang dimiliki oleh anak misalnya tanggung jawab, saling menghargai, dan lainnya melalui proses belajar dalam memecahkan masalah seperti yang dilakukan saat restitusi.  Filosofi merdeka belajar mengajarkan siswa untuk memiliki kebebasan dalam mememecahkan masalah saat restitusi.

Selain filosofi Ki Hajar dewantara, budaya positif juga berkaitan erat dengan nilai dan peran guru penggerak serta visi guru penggerak.  Peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dan mewujudkan kepemimpinan murid.  Peran sebagai pemimpin pembelajaran adalah memberikan lingkungan dan kondisi yang menyenangkan bagi murid, melalui keyakinan kelas akan menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi siswa dalam belajar. Hal itu terjadi karena keyakinan kelas dibuat oleh seluruh warga kelas dan disepakati secara bersama.  Selain siswa lebih mudah mengingat, keyakinan kelas akan membuat siswa merasa nyaman dibandingkan dengan peraturan kelas yang penuh dengan hukuman dan sangsi.  Melalui keyakinan kelas dan restitusi maka dapat mendidik siswa untuk menjadi problem solver.  Modul budaya positif erat kaitannya dengan visi guru penggerak, karena melalui budaya positif dapat memberikan acuan kepada seorang pendidik dalam mencapai visi.  Budaya positif banyak mendidik seorang guru untuk lebih bijaksana dalam menghadapi siswa yang bermasalah.  Melalui restitusi siswa merasa dikuatkan dan tidak dihakimi atas kesalahan yang telah diperbuat.  Disiplin positif juga mengajarkan kepada siswa untuk dapat membangun motivasi intrinsiknya sehingga jika motivasi eksternal tidak ada, siswa tetap melakukan hal terbaiknya.  Jika konsep inti budaya positif ini diterapkan maka dapat mempercepat visi yang telah dirumuskan.

Written by rosykren

18/10/2021 at 15:41

Ditulis dalam Uncategorized

Koneksi Antar Materi – Visi Guru Penggerak

leave a comment »

Elly Rosyidah

CGP SMAN 1 Nagrak Kab Sukabumi

Visi :

Mewujudkan Generasi Penerus Bangsa Yang Cerdas Barkarakter

Sesuai Dengan Profil Pelajar Pancasila

            Sebagai seorang pendidik tentunya saya memiliki impian terhadap murid saya, sehingga impian tersebut saya tuangkan dalam visi yaitu Mewujudkan Generasi Penerus Bangsa Yang Cerdas Barkarakter Sesuai Dengan Profil Pelajar Pancasila.  Untuk mewujuidkan visi tersebut maka saya menggunakan beberapa filosofi Ki Hajar Dewantara, diantaranya menuntun segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat, murid bukan tabularasa, guru ibaratkan sebagai petani, budi pekerti, dan kodrat anak merdeka. 

            Siswa yang cerdas berkarakter dapat terwujud melalui peran seorang pendidik dalam menuntun dan mengarahkan mereka.  Hal ini dapat dilakukan mulai dari pemberian contoh, menfasilitasi mereka dalam pembelajaran sehingga karakter tersebut akan terbangun dalam diri siswa, dan terus melakukan motivasi agar karakter tersebut muncul pada diri siswa.  Selain itu dalam mewujudkan siswa yang cerdas berkarakter seorang guru harus beranggapan bahwa siswa bukanlah kertas kosong sehingga kita dengan seenaknya mengubah siswa sesuai dengan keinginan kita.  Siswa telah memiliki karakter yang sesuai dengan visi kita, tapi karakter tersebut belum muncul sehingga, melalui proses pembelajaran yang dilakukan di kelas dan sekolah, kita dapat menebalkan karakter yang telah dimiliki oleh siswa.  Proses pembelajaran yang ditujukan pada pencapaian visi maka tidak terlepas juga harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, menumbuhkan budi perkerti, dan memberikan kemerdekaan belajar bagi anak.  Melalui penerapan filosofi Ki hajar Dewantara tersebut dalam pencapaian visi maka dapat memberikan kondisi dan lingkungan yang menyenangkan bagi siswa dan dapat mewujudkan kepemimpinan pada murid.  Sebagai calon guru penggerak maka kedua peran tersebut harus dapat dilakukan dalam proses pembelajaran.

Visi yang dirumuskan selain membentuk siswa yang cerdas juga harus berkarakter.  Karakter yang diinginkan dalam visi tersebut adalah profil pelajar Pancasila.  Profil pelajar pancasila mencakup beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, mandiri, berkebhinekaan global, bergotong royong, bernalar kritis dan kreatif.  Untuk mewujudkan visi tersebut maka seorang pendidik harus kreatif dan inovatif dalam menyusun proses pembelajaran.  Ide kreatif dan inovatif tentunya tidak dapat langsung muncul pada diri seorang pendidik.  Keterampilan tersebut juga harus diasah melalui kegiatan pengembangan diri.  Oleh karena itu sebagai calon guru penggerak harus memiliki nilai-nilai guru penggerak diantaranya adalah mandiri untuk berinisiatif dalam pengembangan diri, selalu melakukan reflektif, mampu berkolaborasi, inovatif, dan selalu berpihak pada murid. Kelima nilai tersebut digunakan oleh guru penggerak dalam melakukan perubahan baik di kelas, sekolah, dan sekolah lain melalui wadah komunitas Pendidikan.

Kegiatan perubahan yang dilakukan oleh seorang guru penggerak tentunya perubahan ke arah yang lebih baik.  Perubahan tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan inkuiri apresiatif atau yang disingkat dengan IA.  Pendekatan tersebut mengedepankan kekuatan positif yang dimiliki oleh sekolah.  Melalui kekuatan positif tersebut dapat meningkatkan motivasi seseorang untuk konsisten dalam melakukan perubahan.  Lain halnya pendekatan yang digunakan berbasis masalah.  Orang cenderung tidak akan melakukan perubahan yang inovatif jika tidak ada masalah.  Oleh karena itu dalam melakukan perubahan yang inovatif maka paradigma IA lebih tepat digunakan oleh seorang pendidik. Pendekatan IA dapat dilakukan melalui tahapan yang dinamakan BAGJA. Tahapan tersebut merupakan akronim dari Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi.

Pendekatan IA yang akan dilakukan terhadap pencapaian visi mewujudkan generasi penerus bangsa yang cerdas berkarakter sesuai profil pelajar Pancasila adalah penyusunan program dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kolaborasi, berpikir kritis dan kreatif.  Program tersebut disusun melalui tahapan BAGJA.  Sebelum melakukan tahapan BAGJA, sebaiknya diawali dengan menganalisis kekuatan yang terdapat di sekolah baik sebagi unsur utama maupun unsur pendukung.  Setelah kita mengetahui kekuatan yang dimiliki oleh sekolah maka kita dapat menyusun program pembelajaran tersebut dengan tahapan BAGJA.  Tahapan BAGJA yang disusun dalam kerangka meningkatkan kolaborasi, berpikir kritis, dan kreatif adalah sebagai berikut :

PRAKARSA PERUBAHAN : Meningkatkan Kolaborasi, Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Pada Pembelajaran Masa Pandemi melalui media google slides

Tujuan Program :

  • Untuk meningkatkan kolbaorasi, kemampuan berpikir kritis dan kreatif pada murid

Untuk menjadi inspirasi rekan pendidik lainnya dalam mengelola pembelajaran

TAHAPANPertanyaanDaftar tindakan yang perlu dilakukan untuk menjawab pertanyaan
B-uat pertanyaan (Define)Bagaimana cara efektif meningkatkan kolaborasi, berpikir kritis dan kreatif murid pada pembelajaran masa pandemi melalui google slides  Menerapkan pembelajaran melalui grup whatshap sebagai media diskusi dalam kelompok dan google slide sebagai media presentasi antar kelompokMelakukan observasi melalui sintak pembelajaran yang telah disusunMelakukan sosialisasi dengan rekan pendidik lainnya melalui program sharing pembelajaran yang dapat meningkatkan karakter murid
 Hal positif apa yang dapat dibangun pembelajaran pada masa pandemi dengan menggunakan google slidesMeningkatkan kemampuan gotong royong, mandiri, bekerja dalam keberagaman, menghargai pendapat orang lain, peduli, meningkatkan kemampuan IT, meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
A-mbil pelajaran (Discover)Apa hal positif pada diri Anda sehingga ingin mengembangkan pembelajaran pada masa pandemic melalui google slidesPengalaman mengajar 23 tahunSenang dengan tantangan, berinovasiSenang dengan pengembangan pembelajaran yang dapat meningkatkan karakter pada siswaMemiliki kemampuan dalam menggunakan google slides
 Apa hal positif yang ada pada diri siswa yang perlu dikembangkanSiswa memiliki karakteristik yang berbeda.  Ada yang unggul dalam hadrskills atau softskillsSiswa adalah mahluk sosial yang butuh berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lainSiswa sebagin besar telah memiliki kemampuan menggunakan alat komunikasi yaitu berupa gadget
 Sarana apa yang mendukung proses pembelajaran kolaboratif ini dapat berjalanGadget saat ini merupakan suatu alat komunikasi yang dibutuhkan , sehingga sebagian besar siswa telah memiliki gadget  
 Apa yang sudah berjalan dengan baik?Selama ini siswa sebagian besar sudah melakukan proses pembelajaran secara berkelompok
 Siapa saja yang terlibat dalam kontribusi menghasilkan hal positif pada perubahan ini?Guru sebagai CGP, Siswa, rekan sejawat, kepala sekolah, pengawas
G-ali mimpi (Dream)Apa yang jadi impian Anda/tim yang Anda pimpin?Apa saja kemungkinan-kemungkinan positif yang akan terjadi di masa depan?  Murid yang memiliki kemampuan berkolaborasi, dapat bekerjasama dengan keberagaman, menghargai pendapat orang lain, bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, memiliki kepedulian yang tinggi kepada anggota tim, memiliki kemampuan berpikir kritis dan kreatif
J-abarkan rencana (Design)Apa langkah-langkah (baik berurutan atau simultan) yang perlu dilakukan?  Melakukan refleksi Menentukan media yang tepat yang akan digunakan dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan kolborasi siswa pada masa pandemiMenyusun Rencana pelaksana pembelajaranMenyiapkan instrumen yang akan digunakan dalam pembelajaran dan evaluasiMelakukan kolaborasi dengan kepala sekolah untuk menyetujui dalam membuat program sosialisasi pembelajaran yang dapat meningkatkan karakter muridMelakukan kolaborasi dengan CGP lain, pengurus komunitas MGMP dan PGRI untuk membuat program sharing proses pembelajaran yang dapat meningkatkan karakter murid
 Bagaimana agar setiap aset dari unsur utama  dan penunjang dapat berkontribusi membantu terwujudnya perubahan?  Membangun kolaborasi antara CGP dengan rekan sejawat dan kepala sekolah dalam memberikan masukan atas perencanaan dan pelaksanaan pembelajaranMembangun kolaborasi antara CGP dengan kepala sekolah, pengawas, pengurus MGMP, CGP lainnya, dan komunitas praktisi Pendidikan yang lain untuk membuat program sharing kegiatan pembelajaran yang dapat membangun karakter murid
 Kapan dan dimana aksi/upaya transformasi itu dilakukan?  Proses pembelajaran akan dilakukan di kelas Selanjutnya dapat disosialisasikan pada mata pelajaran lain di sekolah dan di sekolah lain melalui wadah MGMP, PGRI, komunitas praktissi Pendidikan yang lain
A-tur eksekusi (Deliver)Siapa yang akan melakukan, apa, bagaimana dan kapan?        CGP sebagai inisiatif gagasanMurid sebagai subjek dalam program perubahanRekan kerja sebagai mitra dalam memberikan masukanKepala sekolah sebagai mitra dalam memberikan masukan dan pemegang kebijakan untuk dapat melakukan kegiatan sosialisasi terbuka pembelajaran yang dapat meningkatkan karater muridPengawas sebagai mitra dalam memberikan masukan baik dalam pembelajaran dan membantu terlaksananya sosialisasi tersebutPengurus MGMP, PGRI, dan komunitas praktisi Pendidikan yang lain merupakan mitra dalam memberikan ruang untuk dapat mensosialisasikan pembelajaran yang dapat meningkatkan karakter murid sesuai dengan profil pancasila
 Bagaimana mengukur kemajuan dan melanjutkan langkah?  Kemajuan perubahan dan melanjutkan langkah-langkah diukur melalui instrumen yang disiapkan terlebih dahulu oleh CGP dan mendapat masukan dari rekan sejawatInstrumen tersebut adalah : rubrik penilaian observasi selama pembelajaran, rubrik penilaian produk, rubrik penilaian hasil belajar, dan rubrik penilaian keantusiasan rekan pendidik
 Bagaimana caranya menjaga komitmen dan konsistensi dalam mengeksekusi rencana?  Menjaga komitmen dan konsistensi dari setiap rencana melibatkan kolaborasi dengan rekan sejawat, kepala sekolah, pengawas, pengurus MGMP, dan komunitas pratisi Pendidikan yang lain

Written by rosykren

30/09/2021 at 20:14

Ditulis dalam Uncategorized

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.2

leave a comment »

Penulis : Elly Rosyidah

Nilai guru penggerak adalah keyakinan sebagai standar yang mengarahkan perbuatan dan standar pengambilan keputusan terhadap objek atau situasi yang sifatnya sangat spesifik.  Kehadiran nilai dalam diri seseorang dapat berfungsi sebagai standar bagi seseorang dalam mengambil posisi khusus dalam suatu masalah, sebagai bahan evaluasi dalam membuat keputusan, dan sebagai motivasi dalam mengarahkan tingkah laku individu dalam kehidupan sehari-hari.  Nilai guru penggerak terdiri atas mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. 

Mandiri disini diartikan bahwa seorang guru penggerak harus mampu memunculkan secara mandiri untuk melakukan aksi, mengambil tanggung jawab atas segala hal yang terjadi pada dirinya, dan segala perubahan yang terjadi di sekitarnya  Guru penggerak harus mampu mendorong dirinya sendiri untuk melakukan perubahan, memulai sesuatu, dan mengerjakan sesuatu terkait dengan perubahan yang diinginkan untuk terjadi.  Guru penggerak yang mandiri adalah mampu memunculkan motivasi dalam dirinya terutama dalam aspek pengembangan dirinya.  Motivasi tersebut harus muncul tanpa harus ditugaskan oleh sekolah atau dinas.  Selain mandiri seorang guru penggerak harus memiliki nilai refleksi yaitu senantiasa merefleksikan hal-hal yang terjadi di sekelilingnya baik yang terjadi pada diri sendiri dan pihak lain.  Hasil refleksi tersebut dapat dijadikan sebagai pembelajaran dan panduan untuk menjalankan perannya di masa mendatang.  Guru penggerak yang reflektif tidak hanya berhenti sampai berefleksi saja tetapi dapat melakukan aksi perbaikan yang bisa dilakukan, terbuka untuk menerima umpan balik dari orang-orang sekelilingnya.  Kolaboratif yang dimiliki oleh guru penggerak adalah senantiasa membangun hubungan kerja yang positif terhadap seluruh pihak pemangku kepentingan baik di lingkungan sekolah maupun di luar, misalnya orang tua murid dan komunitas terkait dalam mencapai tujuan pembelajaran.  Dalam menjiwai nilai kolaboratif ini seorang guru penggerak harus mampu membangun rasa kepercayaan dan rasa hormat antara dirinya dan lingkungannya, mengakui dan mengelola perbedaan peran yang diemban oleh masing-masing pemangku kepentingan, kerjasama, berkomunikasi, dan mampu memberikan feedback.  Inovatif yang dimiliki oleh guru penggerak adalah mampu memunculkan gagasan baru dan tepat guna terkait situasi atau permasalahan tertentu.  Setelah melakukan refleksi, guru penggerak harus mampu menggunakan refleksinya dalam mengevaluasi masalah dan mencari gagasan lainnya untuk menyelesaikan masalah.  Dalam menguatkan nilai inovatif ini, guru penggerak harus memiliki keterbukaan terhadap gagasan atau ide dari orang lain yang nantinya dapat dijadikan sebagai inspirasi dalam memecahkan masalah.  Berpihak pada murid diartikan bahwa seorang guru penggerak dalam melakukan sesuatu atau pengambilan keputusan harus mengutamakan kepentingan perkembangan murid sebagai acuan utamanya.  Dalam menguatkan nilai ini maka guru penggerak mampu memikirkan apa yang dibutuhkan oleh murid sehingga proses pembelajaran akan lebih baik.

Nilai-nilai yang terdapat dalam guru penggerak dapat digunakan untuk menguatkan dirinya dalam melakukan perannya sebagai guru penggerak.  Peran guru penggerak terdiri atas menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, dan mewujudkan kepemimpinan pada murid.

Guru penggerak harus mampu menjadi pemimpin pembelajaran yang menitiberatkan pada komponen yang terkait pada kurikulum, proses belajar mengajar, asesmen, pengembangan guru, komunitas sekolah, dan mampu mendorong wellbeing ekosistem Pendidikan sekolah.  Welbeing hal ini terkait pada kondisi yang membuat murid nyaman untuk belajar, sesuai kebutuhan murid, dan menciptakan lingkunagn yang membuat murid selalu senagn untuk belajar.  Menggerakkan komunitas praktisi adalah guru penggerak harus mampu berpartisipasi aktif, banyak berbagi praktik baik dalam komunitas belajar.  Guru penggerak sebagai coach bagi guru lain artinya mampu menjadi mentor bagi guru lain.  Mendorong kolaborasi antar guru adalah membuka ruang diskusi positif dan kolaborasi antara guru dan pemangku kepentingandi dalam dan di luar sekolah.  Mewujudkan kepemimpinan murid adalah guru penggerak mampu mendorong kemandirian dan kepemimpinan murid di sekolah, memunculkan motivasi murid untuk belajar, dan mendidik karakter murid di sekolah.

Nilai dan peran guru penggerak tentunya tidak bisa terlepas dari filosofi Ki Hajar Dewantara.  Guru penggerak dalam menanamkan nilai dan melaksanakan peran guru penggerak harus berlandaskan pada filosofi Ki Hajar Dewantara.  Beberapa filosofi Ki Hajar Dewantara yang dapat digunakan dalam menjalankan peran sebagai guru penggerak diantaranya adalah menuntun, guru dibaratkan sebagai petani, kodrat anak merdeka, dan menghamba pada anak.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam konteks menuntun adalah dalam menjalankan peran guru penggerak, maka harus mampu menjadi tauladan, mampu menyediakan proses pembelajaran yang menyenangkan dan mampu memberikan motivasi.  Keseluruhan filosofi ini ada semua dalam nilai dan peran guru penggerak.  Filosofi Ki Hajar dewantara guru diibaratkan sebagi petani, dalam menjalankan peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dan mewujudkan kepemimpinan murid tentunya seorang pendidik hanya mampu dalam membangun atau memunculkan karakter yang ada dalam diri murid dan bukan merubah murid seperti yang kita inginkan.  Begitupula dalam melaksanakan peran sebagai pemimpin pembelajaran dan mewujudkan kepemimpinan murid seorang guru penggerak harus mampu menciptakan pembelajaran yang merdeka sehingga kemandirian dan karakter murid akan terbangun dengan sendirinya.  Dalam melaksanakan peran guru penggerak yang mendorong kolaborasi antar guru semua kebijakan diarahkan pada kepentingan murid.  Hal ini sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yaitu menghamba pada anak.

Untuk mencapai nilai dan peran sebagai guru penggerak maka ada beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah menanamkan pada diri kita sebagai pembelajar sepanjang hayat yaitu selalu mencari pengembangan diri baik secara kedinasan maupun berbayar.  Pengembangan diri yang kita lakukan bukan semata-mata ingin mecari sertifikat tetapi ilmu yang kita peroleh selama pengemnagn diri yang kita utamakan.  Selain aktif mengikuti pengembangan diri kita dapat mencari solusi atas permasalahan yang kita temuai selama refleksi yaitu banyak membaca informasi khususnya dari jurnal penelitian yang memiliki kasus yang sama.  Strategi yang kedua adalah kita harus selalu terbuka dengan adanya perubahan.  Perubahan bukan merupakan suatu halangan tetapi menjadikan perubahan itu sebagai jalan untuk berinovasi.  Startegi yang ketiga adalah selalu membangun kolaborasi dengan rekan di sekolah ataupun di luar.  Hal yang perlu dikuatkan dalam hal ini adalah membangun komunikasi yang baik, mampu bekerjasama dalam keberagaman, dan menghargai pendapat orang lain.

Untuk mewujudkan peran sebagai guru penggerak tentunya kita tidak bisa terlepas dengan orang-orang sekitar yang dapat menjadi pendukung diantaranya adalah keluarga, rekan kerja baik di sekolah atau di luar, pimpinan, rekan sesama guru penggerak, dan murid.  Keluarga merupakan orang yang paling terdekat yang selalu memberikan motivasi dan menguatkan saya selama menjalani diklat dan sebagai guru penggerak nantinya.  Rekan kerja sekolah atau di luar sebagai mitra untuk berdiskusi, berkolaborasi, berbagi hal tentang pembelajaran, dan dapat memberikan masukan yang membangun peran saya sebagai guru penggerak.  Pimpinan tentunya berperan sebagai motivator, mitra diskusi terhadap segala hal permasalahan, pendukung dalam program yang akan dijalankan di sekolah, dan pengambil kebijakan atas program yang akan dilaksanakan di sekolah.  Rekan sesama guru penggerak adalah mitra berdiskusi, saling memberi motivasi, membangun kolaborasi dalam program yang dapat dilaksanakan bersama-sama, dan saling membantu dalam memecahkan masalah.  Murid adalah orang yang akan menjadi mitra dalam menjalankan nilai dan peran guru penggerak baik di kelas mapun di sekolah.

Written by rosykren

14/09/2021 at 17:48

Ditulis dalam Uncategorized

KONEKSI ANTAR MATERI FILOSOFI KI HAJAR DEWANTARA

leave a comment »

Penulis :

Elly Rosyidah

Pemikiran Ki Hajar Dewantara ada beberapa dasar pendidikan yaitu yang pertama adalah menuntun.  Menuntun disini diartikan bahwa seorang pendidik mampu menuntun kodrat yang dimiliki setiap anak agar dapat mencapai kebahagiaan dan keselamatan baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.  Seorang pendidik dalam menuntun kodrat setiap anak bukan berarti harus merubah kodrat yang dimiliki oleh anak tetapi hanya mampu memunculkan kodrat anak yang bernilai positif sehingga mampu menutup kodrat negatif yang dimiliki oleh anak.  Setiap anak yang terlahir memiliki kodrat yang diwariskan dari kedua orang tuanya.  Tentunya kodrat yang dimiliki oleh anak ada yang bernilai positif ada juga yang bernilai negatif. Peran pendidikan adalah meunculkan kodrat yang bernilai positif pada anak sehingga kodrat ini dapat muncul lebih dominan. Tentunya pendidikan ini tidak hanya dilakukan di lingkungan sekolah tetapi pendidikan yang utama adalah dalam lingkungan keluarga.  Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan sekolah peran pendidik sangat berarti.  Pendidik haruslah berpijak pada semboyan Ki Hajar Dewantara yaitu ing ngarso sing tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani.  Semboyan ini memiliki makna yang sangat mendalam yaitu seorang pendidik mampu menjadi suri tauladan bagi siswanya, mampu memberikan solusi setiap siswa mengalami masalah, menjadi fasilitator yang baik, mengasah kemampuan anak dengan baik, dan mampu terus membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.

Dasar Pendidikan Ki Hajar Dewantara yang kedua adalah bukan tabularasa artinya bahwa setiap anak bukanlah kertas kosong yang dengan mudah kita mengisinya.  Setiap anak memiliki kodrat yang telah diwariskan dari kedua orang tuanya.  Jadi setiap anak bukan kertas yang kosong kemudian kita mengisinya dan kita berharap bahwa kita dapat mengubah kodrat tersebut.  Seringkali hal itu ada dalam benak kita, sehingga jika tidak terwujud  keinginan kita untuk merubahnya seringkali kita jadi frustasi.  Menurut Ki Hajar Dewantara bahwa hal itu tidak akan terjadi karena seorang pendidik tidak bisa merubah kodrat dasar dari anak tetapi hanya mampu memunculkan nilai-nilai positif yang ada pada diri anak sehingga nilai positif tersebut mampu menjadi dominan dan menutup nilai-nilai negatif yang dimiliki oleh anak.

Dasar pendidikan yang ketiga adalah memberikan pendidikan ibarat seorang petani.  Pendidik hanya mampu menumbuhkan nilai-nilai positif dengan jalan memberikan pelayanan yang terbaik bagi siswa dalam proses pembelajaran dan tidak menuntut siswa untuk menjadi sama pintar, sama cepat dalam berpikir, menerima pelajaran.  Siswa ibarat sebuah planet yang mengelilingi tata surya.  Ada yang cepat dan ada juga yang lambat.  Begitupula ada yang memiliki hardskill yang dominan tetapi ada juga yang memiliki softskill yang dominan.  Kemampuan siswa tidak bisa disamakan.  Peran pendidik dalam memadukan irama ini maka harus kreatif dalam merancang pembelajaran yang mampu memadukan antara keduanya sehingga mereka mampu beriringan dan selaras.

Filosofi Ki Hajar Dewantara yang keempat yaitu budi pekerti.  Budi pekerti terdiri atas cipta (pikiran), rasa (perasaan), dan karsa (kemauan).  Ketiga hal tersebut harus berjalan beriringan sehingga menimbulkan suatu tenaga atau semangat.  Penddikan yang mengedepankan ketiga hal tersebut akan membawa Pendidikan yang holistic dan seimbang.  Melalui kesempurnaan budi pekerti akan membawa anak pada kebijaksanaan.

Dasar kelima filosofi Ki Hajar Dewantara adalah bahwa kodrat anak adalah merdeka yaitu merdeka lahir dalam pengajaran dan merdeka bathin dalam pendidikan. Hal itu berarti bahwa seorang pendidik dalam melakukan proses pembelajaran di kelas harus mencakup pengajaran dan Pendidikan.  Selain memberi ilmu pengetahuan, seorang pendidik harus mampu menumbuhkan nilai-nilai positif pada anak dalam kegaiatan pembelajaran.  Selain itu kata merdeka disini juga berarti bahwa dalam suatu proses pembelajaran, seorang pendidik harus memberikan kebebasan siswa dalam mengekspresikan diri, mengungkapkan gagasannya, dan membangun kreativitasnya.  Selain itu pembelajaran yang dirancang oleh guru dapat memberikan suasana yang menyenangkan bagi siswa.

Filosofi Ki Hajar Dewantara berikutnya adalah kodrat anak bermain.  Melalui kegiatan bermain siswa akan lebih bisa mengekspresikan kemampuannya.  Bermain juga akan membawa dampak pada keceriaan dalam pembelajaran, sehingga melalui kegiatan bermain proses pembelajaran akan lebih menyenangkan dan tidak membosankan. 

Filosofi terakhir yang dapat saya rangkum pada tulisan ini adalah dalam pendidikan seorang pendidik harus berhamba pada anak.  Berhamba di sini diartikan bahwa seorang pendidik dalam memberikan proses pembelajaran harus benar-benar berpihak pada anak. Seorang pendidik harus mengikhlaskan diri untu memberikan pelayanan yang terbaik pada siswa. Tidak ada pamrih dan tidak ada tujuan apapun kecuali hanya ingin membawa siswa menuju kodrat yang dapat memberikan keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia atau anggota masyarakat.

Pada  waktu saya pertama kali menjadi seorang guru saya memandang siswa adalah  memiliki kemampuan berpikir sama karena mereka memiliki volume otak yang sama.  Saya tidak menyadari bahwa siswa memiliki karakter yang berbeda saat menerima pembelajaran.  Terlebih lagi disaat selesai mengoreksi hasil belajar mereka.  Saya sering mengalami frustasi jika siswa tidak mampu mengerjakan dan memperoleh nilai yang saya inginkan. Pada saat itu saya hanya mengejar ketercapaian kurikulum.  Seiring dengan berjalannya waktu saya mulai menyadari bahwa siswa memiliki kemampuan yang berbeda dan keunggulan masing-masing.  Perjalanan panjang menjadi seorang guru saya lalui setelah saya banyak mengamati perilaku mereka saat proses pembelajaran dan banyak melakukan solusi untuk mengubah cara belajar mereka dan menggali potensi mereka seluas-luasnya.  Akhirnya saya sadar bahwa potensi siswa tidak harus digali melalui kemampuan berpikirnya saja tetapi juga dapat digali dari kemampuan yang lain.

Melalui kegiatan dalam mempelajari filosofi Ki Hajar Dewantara memperkuat keyakinan saya bahwa siswa bukan kertas yang kosong, memiliki kekuatan masing-masaing, memiliki hak untuk melakukan kebebasan, melakukan pembelajaran yang menyenangkan, dan adanya keikhlasan yang penuh sebagai guru, sehingga saya mampu terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi siswa.  Keinginan saya ke depannya adalah mampu memunculkan nilai-nilai postif yang ada pada diri siswa sehingga menjadi lebih dominan dan mampu menutupi nilai-nilai yang negatif.  Nilai-nilai tersebut mampu terbawa seterusnya dalam kehidupan mereka kelak.

Pemahaman tentang filosofi Ki Hajar dewantara akan membawa saya lebih bersemangat dan memberi keyakinan yang kuat pada diri saya bahwa apa yang sudah saya lakukan selama ini dapat terus dilakukan dan dikembangkan.  Pada saat dulu dan sekarang tentunya berbeda proses pembelajaran karena perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang. Pemahaman filosofi Ki Hajar Dewantara membawa saya akan terus memperbaiki diri saya sebagai guru sehingga apa yang dicita-citakan oleh Ki Hajar dewantara dalam pendidikan ini akan terwujud.  Apalagi jika rekan-rekan di sekeliling kita dapat juga mengaplikasikan pemikiran Ki Hajar Dewantara ini dalam proses pembelajaran baik, di dalam kelas maupun di luar.  Jika ini terwujud maka melalui pendidikan kita mampu menghasilkan lulusan siswa yang memiliki perilaku yang baik, berpikir kritis dan kreatif. Hal-hal yang dapat dilakukan seorang guru khususnya saya dalam mewujudkan tercapainya pendidikan yang dapat melahirkan lulusan siswa yang memiliki perilaku yang baik, berpikir kritis dan kreatif, maka pembelajaran harus berpusat pada siswa.  Siswa adalah subjek dalam pembelajaran.  Seorang guru hanya sebatas menuntun dan menjadi fasilitator yang baik bagi siswa.  Siswa diharapkan mampu menggali ilmu pengetahuan dengan cara mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka, sehingga potensi tersebut dapat terbangun dengan sendirinya tanpa ada paksaan.  Jika siswa melakukan atas kesadaran sendiri maka guru lebih mudah dalam mengelola pembelajaran. Melalui pemahaman filosofi Ki Hajar Dewantara maka guru tidak hanya mengejar ketercapaian nilai kognitif saja tetapi mampu menyeimbangkan antara kognitif, psikomotorik, dan afektif mereka, agar ketiganya bisa selaras dan seimbang.  Selain itu guru dalam proses pembelajaran harus dapat menghargai setiap gagasan yang muncul dari siswa tanpa menyela dan menyalahkan.  Guru harus dapat menjadi pendengar yang baik saat siswa mengungkapkan gagasannya dalam  kegiatan presentasi dan memberikan penguatan dan meluruskan pendapat yang kurang benar dengan cara yang baik tanpa mencela pendapat mereka.  Dalam membangun nilai-nilai positif dalam proses pembelajaran guru dan siswa berkolaborasi untuk membuat kesepakatan bersama  selama pembelajaran.  Kesepakatan tersebut selain berfungsi sebagai aturan yang harus ditaati juga dapat berfungsi untuk membangun karakter tanggung jawab bagi siswa.  Selain itu masih banyak cara lain yang dapat dikembangkan oleh seorang pendidik untuk dapat mewujudkan pemikiran Ki Hajar Dewantara di kelas.

Written by rosykren

27/08/2021 at 22:36

Ditulis dalam Uncategorized

Welcome at My Blog

leave a comment »

Blog ini saya dedikasikan buat siswa-siswa yang ingin mempelajari lebih dekat tentang biologi.

Kritik dan saran dari pembaca dan pemerhati blog ini sangat kami harapkan

Written by rosykren

06/01/2010 at 14:42

Ditulis dalam Uncategorized